Memasuki era globalisasi, tak luput dari emansipasi wanita. Banyak wanita menuntut hak-hak mereka disetarakan dengan kaum pria. Terbukti pada zaman ini bukan hanya pria yang dapat bekerja atau bahkan menduduki kursi kepemimpinan, tak ada larangan bagi kaum wanita untuk mendapatkan hak yang sama. Bahkan banyak wanita pada zaman ini yang menjadi polisi maupun angkatan militer yang biasanya didominasi kaum pria.
Jauh dari era sekarang ini, sosok Khaulah binti Al-Azwar Al-Kindi telah menunjukkan sisi tangguh wanita. Beliau adalah seorang muslimah yang telah banyak terlibat dalam peperangan. Bahkan Khaulah turut mengukir sejarah dalam penaklukan Syiria. Tak heran bila panglima perang kebanggaan umat muslim Khalid bin Walid pun mengaguminya.
Dalam kitab Futuh Al-Syam, Al Waqidi menceritakan, ketika Dhirar bin Al-Azwar yang tak lain adalah kakak Khaulah binti Al-Azwar ditawan oleh pasukan musuh dalam perang Ajnadain, panglima Khalid bin Walid berangkat membawa satu batalion pasukan dengan misi membebaskan Dhirar. Di tengah perjalanan, muncul seorang tentara berkuda dengan pakaian tentara Persia menunggang seekor kuda yang cukup besar dan memegang sebilah tombak. Ia benar-benar dalam bahaya. Ia dikepung oleh sejumlah pasukan Romawi yang laksana api. Begitu melihat tentara itu, panglima Khalid berkata “siapa tentara Persia itu? Demi Allah, ia pasti seorang tentara berkuda yang hebat”.
Khalid dan pasukannya terus membuntutinya. Ia terus berjalan hingga ke markas pasukan Romawi. Selanjutnya terlihat ia mengobrak-abrik markas pasukan Romawi laksana api yang membakar. Ia terus bergerak menghancurkan mereka. Debu mengepul tebal di depannya, tapi ia terus maju sambil melancarkan serangan ke kanan kiri, hingga tanpa terasa tombaknya sudah berlumuran darah segar. Ia berhasil membunuh banyak pasukan musuh.
Untuk kedua kalinya tentara misterius tersebut berjibaku. Tanpa mempedulikan risiko ia kembali menyeruak ke tengah-tengah barisan pasukan musuh. Mereka ketakutan oleh sepak terjangnya. Tetapi mereka tidak tahu siapa tentara Islam yang berani ini. Di antara mereka ialah Rafi’ bin Umairah dan beberapa anak buahnya. Mereka mengira kalau itu pasti serangan-serangan yang dilancarkan oleh Khalid. Ketika mereka sedang berpikir seperti itu, tiba-tiba Khalid bin Walid dan pasukannya muncul. Rafi’ bertanya kepada Khalid “siapa tentara di depan Anda yang sangat berani mempertaruhkan nyawanya tadi?”
Khalid menjawab “demi Allah, aku lebih tidak mengetahuinya daripada kamu. Aku benar-benar kagum padanya”.
Rafi’ berkata “wahai panglima, ia sungguh luar biasa. Ia berani menembus barisan pasukan Romawi sambil melancarkan serangan ke kanan kiri”.
Khalid berkata “hai pasukan kaum muslimin, bersatulah dan bantulah orang yang membela agama Allah. Jangan sekali-kali gentar menghadapi musuh”.
Khalid berada di depan mereka. Tiba-tiba ia melihat lagi tentara misterius tersebut. Ia seperti bola api yang berkobar-kobar. Kudanya berjalan mengikutinya. Begitu bertemu pasukan Romawi, ia langsung menyerang mereka tanpa rasa gentar. Pada saat itulah Khalid dan pasukannya terus mendesaknya, hingga tentara misterius itu terperangkap masuk ke barisan pasukan kaum muslimin dalam keadaan tubuh berlumuran darah. Khalid dan anak buahnya berteriak: “aduh, bukan main tentara berkuda yang satu ini. Ia telah mempertaruhkan nyawanya di jalan Allah. Ia juga telah memperlihatkan keberaniannya melawan musuh-musuhnya. Tolong katakan terus terang kepada kami siapa namamu, dan bukalah baju besimu. Biar kami dapat mengenalimu”.
Tetapi tentara misterius berbaju Persia itu malah berpaling dari pasukan kaum muslimin yang menanyainya. Ia tidak mau berbicara kepada mereka. Ia justru menyeruak kembali ke tengah-tengah barisan pasukan Romawi hingga mereka berjeritan dari segala arah. Pasukan muslim semakin penasaran. Salah seorang tentara muslim berkata padanya: “hai orang yang budiman, panglima kami ingin berbicara kepada Anda. Tetapi kenapa Anda terkesan menghindarinya? Tolong, sebutkan nama Anda supaya kami lebih hormat kepada Anda”. Lagi-lagi orang itu tidak memberikan jawaban sama sekali.
Dan ketika posisi tentara ini menjauh dari Khalid, Khalid menghampirinya sendiri dan berkata: “sialan kamu! Sepak terjangmu membikin kami bingung. Siapa kamu ini sebenarnya?”
Ketika didesak terus oleh pertanyaan Khalid, akhirnya ia mau menjawab: “kalau aku selalu menghindar, itu karena aku merasa malu terhadap Anda. Soalnya Anda seorang panglima besar. Sedangkan aku ini hanya seorang gadis pingitan dan wanita misterius. Aku melakukan ini karena pandai menggunakan tipu daya”.
Khalid bertanya: “siapa kamu?”
Ia menjawab: “aku Khaulah binti Al-Azwar, adik Dhirar yang ditawan oleh orang-orang musyrik. Ketika aku sedang bersama beberapa wanita Arab, seseorang dengan tergopoh-gopoh datang menemuiku untuk mengajakku ikut berperang. Spontan aku penuhi ajakannya.”
Dengan demikian pasukan kaum muslimin menjadi semakin lebih kuat berkat bantuan Khaulah binti Al-Azwar. Sebaliknya beban yang harus ditanggung oleh pasukan Romawi jadi semakin berat. Seorang pemimpin pasukan Romawi mengatakan: “seandainya seluruh pasukan kaum muslimin seperti orang itu, kita tidak akan berdaya menghadapi mereka”.
Sungguh, betapa beraninya sosok Khaulah hingga ia disegani oleh pemimpin pasukan Romawi. Keberaniannya begitu membara, membakar semangatnya untuk berjuang di jalan Allah apapun risiko yang akan dihadapi.
Salah satu bukti nyata keberanian Khaulah ialah ketika ia dan beberapa wanita ditawan dalam peristiwa perang Shahur oleh penguasa Syiria. Di tengah-tengah para wanita malang itu Khaulah berdiri dan berkata, “wahai putri-putri Himyar dan putri-putri Tuba’, apakah kalian rela menjadi keledai-keledai orang Romawi, dan anak-anak kalian menjadi budak kaum musyrik? Mana keberanian kalian yang sering diceritakan oleh banyak orang? Aku lihat kalian sudah tidak punya keberanian tersebut. Menurutku, kalian lebih baik mati daripada harus melayani orang-orang Romawi.”
Seorang diantara mereka bernama Afra’ binti Ghifar Al-Himyariyah berkata: “demi Allah, kamu benar hai putri Al-Azwar. Kita ini memang punya keberanian seperti yang kamu katakan. Dan hal itu juga sudah dibuktikan dalam banyak peristiwa yang besar. Kita juga terbiasa menunggang kuda menembus kegelapan malam yang pekat. Tetapi sekarang ini senjata memiliki peranan yang sangat besar. Tanpa senjata kita ini seperti sekawanan domba. Tetapi kita akan serang musuh pada saat mereka sedang lengah.”
Khaulah berkata: “ambil tiang-tiang dan tali-tali tenda. Kita gunakan ini untuk menyerang mereka. Mudah-mudahan Allah menolong kita sehingga bisa mengalahkan mereka, supaya kita berhasil menyelamatkan citra bangsa Arab.”
Selanjutnya masing-masing wanita itu mengambil sebatang tiang tenda. Mereka meneriakkan tekad untuk kompak melawan musuh. Khaulah menyiapkan sebatang tiang tenda di pundaknya, yang segera diikuti oleh Afra’ alias Ummu Aban binti Utbah, Muslimat binti Zara’, Mazru’ah binti Amluq, Salamah binti An-Nu’man, dan lainnya. Kepada mereka Khaulah berpesan, “kalian semua harus membentuk sebuah lingkaran. Jangan berpencar, karena hal itu akan memudahkan musuh menyerang kalian. Seranglah para pasukan pemanah, dan hancurkan senjata mereka”.
Akhirnya Khaulah dan wanita-wanita itu melakukan serangan. Mereka bertempur habis-habisan, hingga sebagian diantara mereka berhasil meloloskan diri dari tangan orang-orang Romawi.
Demikianlah sepenggal kisah sebagai bukti nyata keberanian sosok Khaulah binti Al-Azwar. Sosok mujahidah kebanggan kaum muslimin. Tak gentar menghadapi musuh-musuh Allah hingga ia meninggal dunia pada saat-saat terakhir kekhalifahan Utsman bin Affan. Semangat dan keberaniannya selalu ia tularkan kepada orang-orang di sekitarnya. Sudah sepantasnya Khaulah kita jadikan teladan. Menanamkan keberanian untuk terus berjuang di jalan Allah.
Jika di era modern ini tak ada lagi perang fisik, bukan berarti kita tak dapat berjuang layaknya apa yang dilakukan Khaulah. Dapat kita terapkan keberanian dalam memerangi hal-hal yang dapat merusak akidah. Sebagai seorang muslimah, sudah seharusnya kita berjuang dalam menuntut ilmu untuk membangun generasi.Semoga Allah senantiasa memberinya rahmat yang luas. Wallahu a’lam bisshawab.
Dwi Rochmawati
Anggota LDK Al Intisyar UIKA Bogor